Dimanakah Allah ?
(Koreksi atas perkataan 'Allah dimana-mana')
Bismillahirrahmanirrahim...
Ini adalah perkara besar, karena yang menjadi objek pertanyaan adalah Allah 'Azza wa Jalla. Maka jawabannya harus dikembalikan kepada naql(wahyu) bukan kepada ra'yu(akal). Rasulullah SAW penutup para nabi, manusia yang paling bertaqwa, paling ma'rifat(mengenal) Allah SWT, Beliaupun tidak berbicara berdasarkan hawa nafsu, tetapi semata-mata berdasarkan wahyu yang diwahyukan (lihat QS.An Najm:3-4) juga telah menjelaskan masalah ini.
Dalil-Dalil Naqli(Al Qur'an dan As Sunnah)a. Dalil dari Al Qur'anTerdapat banyak dalil dalam masalah ini, diantaranya firman Allah Ta'ala :"A amintum man fiis samaaa" "artinya : Apakah kalian merasa aman dari Allah yang ada diatas diatas langit ?" (QS.Al Mulk:16)
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu menjelaskan yang dimaksud diatas langit yaitu diatas 'arsy. karena 'arsy ada diatas seluruh langit.[Zaadul Maasir li Ibnul Jauzi (8/332)], dan juga dari Mujahid rahimahullahu (muridnya Ibnu Abbas).[Ad Durul Mantsur li Jalaluddin as Suyuthi (8/248)].
Ayat diatas tidak bertentangan dengan firman Allah SWT :
"Ar rahmanu 'alaa al'arsy istiwa" "artinya : Ar rahman bersemayam bersemayam diatas 'arsy". (QS.At Thaha:5)Didalam Al Qur'an ayat-ayat yang menjelaskan Allah Tabaraka wa Ta'ala berada diatas 'arsy ada di tujuh tempat yaitu :
QS.Thaha:5, QS.As Sajdah:4, QS.Al Hadid:4, QS.Al A'raf:54, QS.Yunus:3, QS.Ar Ra'du:2, QS.Al Furqan:59. [lihat Mukhtashor Ma'arijil Qobul, Syaikh Ibnu Ahmad Ali al Hakami (hal.40)].
b. Dalil As Sunnah dan Perkataan para Salaful UmmahDari Mu'awiyah bin al Hakam as Sulami r.a menuturkan : "Aku mempunyai sekawanan kambing yang digembalakan oleh seorang jaryah(budak wanita). Suatu gari saat aku memeriksa kambing-kambing tersebut, ternyata salah satu dari kambing-kambing tersebut telah dimangsa oleh serigala, sementara aku seorang manusia biasa, aku menyesalkannya lalu aku menampar wanita itu. Kemudian kudatangi Rasulullah SAW dan kuceritakan kejadian tersebut, Beliaupun membesarkan peristiwa itu(menyesalkan) atasku, maka kukatakan kepadanya : "Wahai Rasulullah SAW, tidakkah(lebuh baik) aku memerdekakannya ? Beliaupun bersabda : "Panggilah ia, lalu akupun memanggilnya, maka Beliau SAW bertanya kepadanya : "Dimanakah Allah ? wanita itu menjawab : "Diatas langit", Beliau SAW bertanya lagi : "Siapakah aku ?" ia menjawab : "Engkau Rasulullah", lalu Rasulullah SAW bebersabda : "Merdekakanlah, karena dia itu wanita beriman". [Shahih. HR.Muslim no.537, HR.Ahmad (5/477), HR.Malik (2/77), HR.Syafi'i (242)].
Al Muhaddist adz Dzahabi berkata : "Didalam hadist ini ada dua masalah penting".
Pertama : "[/I]Di-syariatkan seorang muslim bertanya dengan pertanyaan ini : "Dimanakah Allah ?", karena Rasulullah SAW mencontohkanya[/I]".
Kedua : "Jawaban yang benar atas pertanyaan ini adalah : "Diatas langit", karena Rasulullah menyetujui jawaban wanita tersebut, bahkan memberi kesaksian bahwasanya wanita jariyah tersebut adalah wanita beriman" [lihat Tashfiyah wat Tarbiyah hal.38]
Seseorang bertanya kepada
Imam Malik bin Anas(Maliki), bagaimana Allah bersemayam(istiwa') ?, beliaupun menjawab :
"Bagaimananya tidak diketahui, dan istiwa'-Nya diketahui, meng-imaninya wajib, mempertanyakannya bid'ah, dan aku takut kamu menjadi orang sesat, lalu beliau menyuruhnya supaya keluar dari majlisnya" [Mukhtshor al 'Uluww(hal.141)]Imam Malik juga berkata : "Allah Subhanahu wa Ta'ala diatas langit dan ilmu-Nya meliputi setiap tempat, tidak ada sesuatu yang tersembunyi dari-Nya". [Mukhtashor al 'Uluww lil hafidz adz Dzahabi (hal.140)]
Abu Muthi al Balakhi bertanya kepada
Imam Abu Hanifah tentang orang yang berkata : "Aku tidak mengetahui Allah SWT baik diatas langit ataupun di bumi". Beliaupun menjawab : "Apabila orang itu mengingkari Allah SWT diatas langit, maka sungguh ia telah kufur, karena Allah SWT berfirman yang artinya :
"Ar Rahman bersemayam diatas 'arsy"(QS.Thaha:5) dan 'arsy-Nya diatas langit-langit-Nya" [Mukhtashor al 'Uluww (hal.136)].
Imam asy Syafi'i berkata : "Penjelasan didalam sunnah yang aku ada diatasnya begitu juga aku melihat orang seperti Sufyan, Malik dan orang yang lainnya meng-ikrarkan persaksian bahwa tidak ada sesembahan selain Allah SWT dan Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT dan bahwasanya Allah SWT itu ada diatas 'arsy-Nya diatas langit-Nya, mengawasi setiap makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki" [Mukhtashor al 'Uluww (hal.176)]
Imam Ahmad ditanya apakah Allah SWT diatas langit yang ketujuh diatas 'arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, dan Qudrot(kuasa), dan 'ilmu (pengetahuan-Nya) meliputi segala tempat ?". Beliaupun menjawab : "Ya, Dia diatas 'arsy tiada sesuatupun yang tersembunyi dari 'ilmu-Nya".[Mukhtashor al 'Uluww (hal.189-190)]
Syubhat dan BantahannyaKeyakinan Allah SWT ada dimana-mana, termasuk pengertian (mana) adalah tempat najis, kotor dan menjijikan, karena dimana-mana menunjukan makna semua tempat tanpa kecuali. Dan pendapat ini adalah pendapat baru(bid'ah) yang tidak dikenal oleh para shahabat, tabi'in, tabi'it tabi'in dan juga imam madzhab yang empat(4). Pendapat ini dipopulerkan oleh seorang tokoh SUFI terkemuka, yaitu
Ibnu Arabi al Andalusi (hidup abad 6 H). Yang terkenal dengan
paham Wihdatul Wujud atau Pantheisme yang ia adopsi dari Filsafat neo Platonisme yang berkeyakinan bahwa Allah SWT ada dimana-mana, bahkan wujud alam semesta ini manifestasi dari wujud Allah melalui tahapan emanasi/pencahayaan [lihat Ensiklopedia Filsafat].
Dari wihdatul wujud ini orang juga berpendapat Wihdatul Adyaan (kesatuan agama-agama/sinkretisme). Ia (Ibnu Arabi,-red) mengatakan bahwa iblis itu ahli tauhid, fir'aun ber-iman, Yahudi, Nasrani dan penyembahan ber-hala hakekatnya (substansinya) menyembah Allah SWT juga (lihat kitab karangannya, Fusuhul Hikam dan Futuhatul Makkiyah). Allahu Musta'an. Semua paham sesat nan menyesatkan ini adalah buah dari keyakinan pantheisme yaitu Allah Ta'ala ada dimana-mana.
Adapun firman Allah SWT :
"Wahuwa ma'akum ainamaa kuntum wallahu bimaa ta'maluuna bashir" "artinya : Dan Dia Allah bersama kamu di mana saja kamu berada dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat" (QS.Al Hadid:4), ayat ini sama sekali tidak bisa dijadikan hujjah/dalil bahwa Allah SWT dimana-mana, yang benar
ayat ini menjelaskan sifat ma'iyyah(kebersamaan) Allah secara umum('ammah) atas seluruh makhluk-Nya dimana saja berada, apa saja dan siapa saja, dengan ilmu, bashir(penglihatan) serta sama'-Nya (pendengaran-Nya) yang meliputi segala sesuatu. Sedangkan kebersamaan Allah SWT secara khusus(khoosh) hanya atas orang-orang mu'min saja dengan perlindungan dan pertolongan-Nya, seperti dalam firman-Nya : "Innallaha ma'ash-shoobiriin" "artinya : Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang benar" (QS.Al Baqarah:153). [lihat tafsir Ibnu Katsir (3/592-593)]. Karena itu, kata ma'a(bersama) tidak berarti Allah SWT ada dimana-mana, di berbagai tempat, disetiap sudut, seperti keberadaan makhluk-Nya atau bersatu/menempel dengan makhluk-Nya yang ada dimana-mana.
Perkataan Allah SWT dimana-mana hanya keluar dari orang-orang yang terkontaminasi pemikiran filsafat dan teori theologi asing yang bukan dari Islam. Adapun orang-orang yang masih bersih fitrahnya(hati dan pikirannya) seperti budak wanita penggembala yang ditanya Nabi SAW, dengan spontanitas ia mengatakan "Allah diatas langit". Karena itu, wajib setiap muslim meng-imani masalah ini, yaitu menetapkan Allah Ta'ala diatas langit, bersemayam diatas 'Arsy, sebagaimana Allah SWT sendiri yang telah men-sifati diri-Nya di dalam Al Qur'an dan As Sunnah melalui lisan Rasul-Nya, sesuai dengan kesempurnaan dan keagungan-Nya.
Dan tidak boleh di pertanyakan dan di ta'wil(dipalingkan dari makna semestinya) bagaimana ber-semayamnya(istiwa') ?, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak sama dengan makhluk-Nya. [lihat Manaqib Imam asy Syafi'i, Imam al Baihaqi (I/398)].
Allah Ta'ala berfirman :
"Laisa kamitslihi syai ... wahuwas-samii'ulbashir" "artinya : Tidak ada sesuatu yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat" (QS.Asy Syuraa:11). Ini adalah i'tiqad(aqidah, keyakinan) Ahlus Sunnah Wal Jama'ah yaitu keyakinan para shahabat, tabi'in, tabiit tabi'in (para Salafus Shalih,-red-), ahlul hadist juga imam madzhab yang empat yang menjadi panutan kaum muslimin.
Maraji':Tafsir Al Qur'an Al Azhim karya Ibnu Katsir, Mukhtashor Ma'arijul Qobul li Syaikh Ibnu Ahmad Ali al Hakami, Tashfiyah wa Tarbiyah karya Syaikh Ali Hasan bin Abdul Hamid al Halaby al Atsari. dll
Diangkat dari :Risalah Dakwah(Buletin Islam) Al Hujjah No.132/Thn.III/1426H: Upaya Menapak Jejak Salafus Shalih