a special world where one cannot see..

...pondering, and wondering...

Thursday, October 27, 2005

If Allah helps you, none can overcome you: If He forsakes you, who is there, after that, that can help you?... [Ali Imron:160]

Untuk Adinda…

Dinda …
Ceritakan padaku
tentang indahnya pagimu
tentang teriknya siangmu
tentang eloknya senjamu
dan …tentang sunyinya malammu

Dinda …
Mungkin semua akan sulit kupahami
Mungkin semua akan terdengar sayup ditelinga
Atau …
Mungkin saja semua kan menghujam dalam di hati

Namun …Jangan kau bosan tuk bernyanyi
Biarkan ku turut dalam setiap nada yang kau lewati
Biarkan ku ikut dalam binarmu jua sendumu

Terus … dan teruslah bernyanyi

Biarkan …Rintih dan sorakmu
Bisik dan teriakmu
Parau dan merdumu
Membuka mata dan hatiku
Hingga semua tak lagi maya
dan tak tersentuh

Kelak …
izinkanku membawamu terbang
menuju putihnya awan
menuju damainya rasa

Kan kucoba tunjukkan
Mata airTempat kau hapuskan dahagamu
Tempat kau lepaskan letihmu
Tempat kau sandarkan sejenak bebanmu
Agar kau dapat kembali tegak
Merambahi warna-warni hidupmu

Dinda …
Teruslah bernyanyi
Dan kisahkanlah padaku
Agar senandungmu tak lagi bisu
Dan semua mimpiku tak lagi semu

poem by Aiz (http://izzata.blogspot.com)

Tuesday, October 25, 2005

Kenapa tak pernah kau tambatkan
perahumu di satu dermaga?
Padahal kulihat, bukan hanya satu
pelabuhan tenang yang mau menerima
kehadiran kapalmu...

Kalau dulu memang pernah ada
satu pelabuhan kecil, yang kemudian
harus kau lupakan,
mengapa tak kau cari pelabuhan lain,
yang akan memberikan rasa damai yang lebih?

Seandainya kau mau,
buka tirai di sanubarimu,
dan kau akan tahu,
pelabuhan mana yang ingin kau singgahi untuk selamanya,
hingga pelabuhan itu jadi rumahmu,
rumah dan pelabuhan hatimu.

( Judul Puisi " Pelabuhan " karya Tyas Tatanka, kumpulan puisi 7 penyair serang)

Friday, October 21, 2005

Ittiba'lah...

Oleh : Al Akh Abu Husain Rasyid Al Maidani
---artikel sudah diringkas untuk keperluan pribadi---



Ketahuilah… perkara keduniawian pada asalnya hukumnya adalah mubah, sampai ada dalil yang mengharamkannya, sementara ibadah itu pada asalnya adalah haram untuk dikerjakan sampai ada dalil shahih yang memerintahkannya. Inilah kaidah yang harus dipegang oleh setiap muslim baik itu dari sisi I’tiqod, ibadah maupun mu’amalah, sehingga tidak membuat kita bermudah-mudah membuat suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari Rasulullah ShallAllohu ‘alaihi wa sallam.
Alloh berfirman : “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mendahului Alloh dan RasulNya, dan bertakwalah kepada Alloh…” ( QS. Al Hujurot : 1)

Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam kitabnya tafsirnya, “Melalui ayat ini Alloh Ta’ala mengajarkan adab kepada hamba-Nya yang mukmin berupa pengagungan dan penghormatan terhadap apa yang dikerjakan Rasulullah ShallAllohu ‘alaihi wa sallam. Maksudnya janganlah kalian mengagungkan (mengamalkan disertai keyakinan akan kebaikannya-pent) suatu amal sebelum Alloh dan RasulNya menetapkan bolehnya amal tersebut, tetapi hendaklah kalian ittiba’ dalam segala perkara agama”. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “baik itu perkataan maupun perbuatan (amal lisan maupun amal badan-pent). (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)

Dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiAllohu ‘anha, bahwa Rasulullah ShallAllohu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa yang membuat-buat dalam urusan (agama) kami ini apa-apa yang bukan bagian darinya, maka ia tertolak (Shahih Bukhari, kitab Ash Shulh no.2697 dan Shahih Muslim kitab Al Aqdhiyah no.1718)
Dalam riwayat yang lain dari Imam Muslim, “Barangsiapa yang beramal suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka ia tertolak”.

Perkataan para ulama hadits diatas sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama merupakan salah satu diantara tiga hadits ushuluddin yang menjelaskan standar zahir (yang diajarkan oleh Rasulullah ShallAllohu ‘alaihi wa sallam) dalam suatu ibadah, disamping hadits tentang niat (Arba’in Nawawiyah no.1) yang merupakan standar batin (ikhlas karena Alloh) dan hadits Nu’man bin Basyir tentang kejelasan yang halal dan yang haram (Arba’in Nawawiyah no.6). Dari hadits diatas, lafaz “fii amrinaa” mencakup seluruh perkara yang baru, baik perkara I’tiqodiyah, qouliyah maupun ‘amaliyah, ibadah maupun mu’amalah, pokoknya segala perkara yang baru yang dinisbahkan kepada din, inilah yang dinamakan bid’ah. Hal ini disinyalir dari hadits yang diriwayatkan oleh banyak ahli hadits, seperti Imam Abu Dawud, Ibnu Abi Ashim dan lainnya serta dishahihkan Syaikh Al-Albani : “…maka sesungguhnya seluruh yang ditambah-tambah (dalam agama) adalah bid’ah…”

Mengenal Makna Bid’ah
Definisi bid’ah yang paling baik adalah yang disampaikan Imam Asy Syathibi dalam kitab beliau yang agung Al ‘Itishom, yaitu “jalan yang baru dalam din yang menyerupai syari’at yang dimaksudkan dengannya untuk beribadah kepada Alloh Ta’ala”.

Maka dapat diterangkan kriteria suatu amal itu disebut bid’ah jika sebagai berikut :
1. dilakukan secara terus menerus
2. baru, tidak contoh atau tidak ada dalil syar’i yang shahih
3. menyerupai syariat baik dari sisi sifatnya atau dari sisi tujuan dilakukannnya amal tersebut, yakni untuk mendekatkan diri kepada Alloh.

Jika terkumpul pada suatu amal 3 kriteria diatas, maka amal itu disebut bid’ah. Meskipun amal itu dipandang baik oleh banyak orang tidaklah mengubah statusnya berubah menjadi boleh, baik apalagi disunnahkan !! sebagaimana perkataan sohabiyun jalil (sahabat Rasul yang agung) Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyAllohu ‘anhu, “Berapa banyak orang yang menginginkan kebaikan namun tidak mendapatkannya”. Juga dari beliau, “ittiba’lah (mengikuti Rasul dan sahabatnya) kalian, dan jangan berbuat bid’ah, karena sesungguhnya kalian telah dicukupi !”.

Perlu diketahui bahwa sifat-sifat syari’at ada beberapa hal :
a) tertentu waktunya, contoh : shalat, maka kalau kemudian seseorang melakukan suatu shalat yang dia menentukan waktunya atau hanya mengikuti pendapat seseorang tanpa ada dalil dari syari’at Islam itulah dia bid’ah.
b) tertentu tempatnya, contoh : thawaf, jika thawaf haji adalah di Ka’bah, maka kalau ada seseorang membuat thawaf versi baru dengan melakukan thawafnya di Masjid Nabawi di Madinah maka itulah bid’ah.
c) tertentu jenisnya, contoh : zakat, untuk orang Indonesia zakat fitrahnya adalah beras karena itulah makanan pokoknya, maka kalau ada seseorang zakatnya berupa anggur merah meskipun mahal dan dikeluarkan sebanyak seribu kilo tetaplah tidak diterima, itulah dia bid’ah.
d) tertentu jumlahnya, contoh : shalat shubuh, disyari’atkan sebanyak dua raka’at. Maka kalau ada seseorang shalat shubuh kurang atau lebih dari 2 rakaat dengan sengaja dan menganggapnya baik, maka itulah bid’ah.
e) tertentu tata caranya, contoh : niat, jika seseorang hendak melaksanakan shalat atau puasa atau ibadah lainnya maka haruslah disertai dengan niat didalam hati. Jika ada yang melafazhkan niat seperti “ushalli fardha dzuhri” atau selainnya maka dia telah melakukan tata cara tambahan, karena hal ini tidak ada tuntunannya dalam syari’at. Kalau shalat dan menuntut ilmu adalah sama-sama ibadah, bahkan bersetubuhnya suami istri juga ibadah, seandainya benar ada lafazh niat shalat, maka apa lafazh niat menuntut ilmu dan bersetubuhnya suami istri?!

Bedakan Bid’ah dengan Masholihul Mursalah
Kalau perkara duniawi jelas tidak diingkari kebolehannya selama hal itu membawa kebaikan walaupun itu baru semua, akan tetapi kalau membawa madharat dan menyelisihi syari’at barulah hal itu diingkari. Karena perkara yang menjadi urusan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah yang berkaitan syari’at dinul islam. Beliau bersabda :
“engkau lebih mengetahui tentang perkara duniamu” (HR. Muslim)

Namun hal itupun harus tetap didalam koridor syari’at dan jangan sampai keluar darinya. Oleh karena itu, agar kita bisa membedakan kedua istilah ini maka perlu diketahui bahwa :
a) masholihul mursalah terjadi pada perkara duniawi atau pada sarana/wasilah demi penjagaan lima maqashid (tujuan utama) syari’ah yaitu agama, jiwa, harta, keturunan dan akal; sementara bid’ah terjadi pada ibadah atau ghoyahnya (tujuan).

Ikhwah fiddin, ketahuilah bahwa masholihul mursalah adalah tuntutan, maka pada hakikatnya masholihul mursalah itu memiliki dalil, yaitu dalil umum kewajiban untuk menjaga kelima maqashid syari’ah. Sehingga apabila tidak akan terjaga kelima hal tersebut kecuali dengan mengadakan sesuatu walaupun terkait dengan agama maka hal itu bukan bid’ah tetapi tergolong masholihul mursalah.
Contohnya adalah pembukuan/pencatatan Al Qur’an dan Hadits. Hal ini adalah tuntutan demi terjaganya syari’at ini. Kalau di awal waktunya hal ini tidak diperlukan karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam masih ada, wahyu pun masih turun dan para sahabat sangat kuat hafalannya. Namun sepeninggal Rasulullah maka dituntut Al Qur’an itu untuk disatukan, karena kaum muslimin sudah tersebar dimana-mana sementara para penghafal Al Qur’an tidak tersebar. Apabila di zaman kita ini tidak ada pembukuan Al Qur’an, hal ini justru akan membahayakan syi’ar islam. Bagaimana mungkin memakai kacamata untuk memudahkan membaca Al Qur’an dan menggunakan mikropone untuk mengeraskan suara adzan dikatakan bid’ah kalau kita sudah mengetahui kaidah pertama ini ?!

b) masholihul mursalah tidak ada tuntutan untuk dikerjakan pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sedangkan bid’ah tuntutan untuk dikerjakan itu sudah ada pada zaman Nabi.
Contohnya adzan pada shalat ‘Ied. Kalau kemudian seseorang mengumandangkan adzan pada shalat ‘ied dengan alasan untuk memanggil manusia agar segera berkumpul, kebutuhan adzan untuk memanggil manusia pada shalat ‘ied sudah ada pada masa Rasulullah, tetapi beliau tidak melakukannya menunjukkan bahwasanya itu bukan untuk kebaikan (walaupun adzan itu bagus). Hal ini membuktikan bahwa agama bukanlah berdasarkan akal dan perasaan kita, akan tetapi harus ittiba’ pada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sekalipun hawa nafsu kita memandangnya baik namun jikalau tidak ada dalil syar’i maka tetaplah hal itu tercela.
Maka kita dengan mudah membedakan, kalau kemudian ada sebuah perbuatan yang itu memungkinkan dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya namun tidak mereka lakukan hal ini menunjukkan bahwa hal itu bukan merupakan kebaikan dan bid’ah kalau kita melakukannya setelah mereka.
Misal perayaan Maulid Nabi dan Isra Mi’raj, demi membangkitkan rasa cinta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sudah ada tuntutannya pada masa Nabi, karena seandainya hal ini betul mendatangkan kecintaan kepada Nabi, tentunya para sahabat lebih dahulu melakukannya karena mereka paling suka melakukan sesuatu yang mendatangkan cinta Rasul, tentunya mereka lebih butuh dan bersemangat karena mereka adalah generasi terbaik ummat ini. Namun kenyataannya mereka tidak pernah melakukannya. Apakah kita merasa lebih mulia dari nabi dan sahabatnya ?! Allahu musta’an. Dan kalau boleh dengan mending-mendingan (hal ini tentu tidak boleh dan jangan coba-coba membuka pintu tawar-menawar dalam agama), kita seharusnya bukan merayakan kelahiran beliau dengan berfoya-foya harta untuk penyelenggaraan acaranya, tetapi sepantasnya berduka cita karena tanggal kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sama dengan tanggal wafatnya beliau !! sadarlah saudaraku…..
Agama Islam telah SempurnaAlloh Ta’ala berfirman : “…pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Aku cukupkan bagi kalian nikmatKu, dan Aku ridha Islam sebagai agama bagi kalian (QS. Al Maidah : 3)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan makna ayat diatas dalam kitab tafsirnya, “...Tiada sesuatu pun yang halal melainkan apa yang telah Rasulullah halalkan, dan tidak ada yang haram melainkan apa yang telah beliau haramkan. Tidak agama kecuali apa yang telah beliau syari’atkan. Segala sesuatu yang beliau kabarkan adalah benar adanya dan jujur, tiada kedustaan maupun perselisihan didalamnya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)

Sebagian para pelaku bid’ah jika dikatakan kepadanya bahwa apa yang dikerjakannya adalah bid’ah dan tidak ada tuntunannya dari syari’at maka biasanya mereka mengatakan, “Bukankah ini baik? ". Astaghfirullah, sedangkan kita tahu bahwa syaithon lebih menyukai perbuatan bid'ah manusia daripada maksiat. Kenapa? karena ketika berbuat maksiat manusia mengetahui dan menyadari bahwa dirinya telah berbuat dosa. Sedangkan ketika melakukan bid'ah, manusia malah menyangka sedang melakukan kebaikan dalam rangka mencari pahala Allah. Padahal sebaliknya, mereka berada dalam kebodohan yang nyata....

Salah satu cara terbaik menjawab syubhat ini adalah diajak dialog kepadanya kepada suatu hal yang diingkarinya namun dia sendiri melakukannya.

Contoh dialognya :
Pelaku: “Masak dzikir atau tahlilan aja dilarang, emang kamu siapa? Ini kan baik?!Gak ada dalil yang melarangnya.”
Penuntut ‘ilmu: “Pak, seandainya saya mau shalat shubuh 4 raka’at bagaimana? Bukankah semakin banyak takbir, ruku’ dan sujudnya semakin baik ?”
Pelaku: “Ndak boleh!”
Penuntut ‘ilmu: “Mana dalil yang melarangnya? Apakah ada hadits, ‘la tushalli shubhi arba’a rak’atiin (janganlah kamu shalat shubuh 4 raka’at!) ?”
Pelaku: “Memang gak ada dalil yang melarang, tapi tuntunan dari Rasul adalah 2 raka’at. Walaupun kamu anggap baik tapi gak ada tuntunannya.”
Penuntut ‘ilmu: “Nah, sekarang bapak mengakui bahwa amalan bukan dilihat dari selera kita apakah itu baik atau enggak, tapi karena gak ada contohnya. Lantas dzikir jama’i dan tahlilan yang bapak lakukan juga gak ada tuntunannya!! Bukankah bapak mengingkari apa yang bapak pegang?”

Namun dialog diatas bukanlah dimaksudkan untuk mengajak antum untuk rajin berjidal (debat) bukan pula untuk memojokkan anda yang masih berkutat dengan kebid’ahan. Akan tetapi saya cantumkan demi memperbaiki cara beragama kita bersama, menyadarkan orang yang belum sadar tentang bid’ah yang dilakukannya, serta memurnikan kembali ajaran Islam agar bersih dari TBC (Takhayyul, Bid’ah, Churofat).

Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisi meriwayatkan kisah munazhoroh (perdebatan) Imam Al Adzromi-ulama salaf- dengan Ahmad Ibnu Abi Duad -mu’tazilah- yang mengatakan bahwa Al Qur’an itu makhluk dan dia mengajak (baca : memaksa) manusia untuk mengikuti pendapatnya, padahal Al Qur’an adalah kalamulloh. Pendapat batil ini dianut pula oleh khalifah Al Watsiqbillah ibnu Muhammad Al Mu’tashimbillah ibnu Harun Ar Rasyid, khalifah dari Bani Abbasiyah yang berkuasa di Baghdad.
Dialognya sebagai berikut :
Adzromi: “apakah Rasul dan sahabatnya paham tentang perkara yang engkau dakwahkan, ataukah mereka tidak paham ?”
Ahmad: “mereka tidak mengetahuinya !”
Adzromi: “bagaimana mungkin kamu mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahui ?”
Ahmad: (dia meralat jawaban) “oh, kalau begitu mereka mengetahuinya.” (ternyata dia masih tahu diri karena tidak mungkin ilmunya melebihi ilmu sahabat apalagi ilmu Rasul. Namun ahlu bid’ah sekarang sungguh begitu sombongnya mereka !! barangkali kalau ditanya kepada mereka apakah para sahabat tidak mengerti sesuatu yang kamu malah mengerti tentang agama ? niscaya mereka berkata, “oohh..bisa saja ! emang kenapa ?!”. Allahu Akbar, begitu lancangnya mereka-pent).
Adzromi: “apakah mereka mencukupkan diri dengan tidak membicarakannya dan tidak mendakwahkannya kepada manusia tentang itu, ataukah mereka tidak mencukupkan diri?”
Ahmad: “mereka mencukupkan diri.”
Adzromi: “kalau mereka diam, kenapa engkau malah membicarakan dan mendakwahkannya, tidak cukupkah engkau untuk berdiam diri”. Maka terdiamlah Ahmad bin Abi Du’ad. Dan setelah dialog ini khalifah bertaubat dan kembali kepada mazhab Ahlus sunnah.

Ketahuilah bahwasanya orang yang melakukan suatu amalan bid’ah maka secara tidak langsung dia telah menuduh Nabi Shallallohu ‘alaihi wa Sallam tidak jujur dan belum mengajarkan Islam semuanya kepada umat Islam. Atau menuduh Alloh tidak sempurna Ilmu-Nya karena tidak sempurna menurunkan wahyu. Na’udzubillah min dzalik. Wallohu a’lam…


Maraji’ :Arba’in Nawawi, Jami’ul ‘ulum wal Hikam, Fathul Bari, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Tafsir alQuran Al ‘Azhim Imam Ibnu Katsir, Kajian Arba’in Nawawi-Ustadz Abu Isa

Bunda, cintamu seumpama Laut Merah;
luas bagaikan fajar merekah
dalam, jauh lebih dalam daripada lubuk sungai belakang rumah...

Terkadang ombaknya menggunung ketika nanda buat Bunda marah;
tapi saat nanda sakit meski tak parah,
Bunda selalu ada dengan kasihnya yang membuncah...

--bunches of love for u..kangeeeenn..

Thursday, October 20, 2005

Sepuluh Alasan Muslimah
Menunda Memakai Jilbab (edited)

Oleh : Dr. Huwayda Ismaeel
(Diterjemahkan dari artikel berbahasa Inggris)

ALASAN I : Saya belum benar-benar yakin akan fungsi/kegunaan jilbab
Kami kemudian menanyakan dua pertanyaan kepada saudari ini; Pertama, apakah ia benar-benar percaya dan mengakui kebenaran agama Islam ?
Dengan alami ia berkata, Ya, sambil kemudian mengucap Laa Ilaa ha Illallah! Yang menunjukkan ia taat pada aqidahnya dan Muhammadan rasullullah! Yang menyatakan ia taat pada syariahnya. Dengan begitu ia yakin akan Islam beserta seluruh hukumnya.
Kedua, kami menanyakan; Bukankah memakai jilbab termasuk hukum dalam Islam?
Apabila saudari ini jujur dan dan tulus dalam ke-Islamannya, ia akan berkata; Ya, itu adalah sebagian dari hukum Islam yang tertera di Al-Quran suci dan merupakan sunnah Rasulullah SAW yang suci.

Ketika seorang hamba mengaku beriman kepada Allah, percaya bahwa Allah lebih bijaksana dan lebih mengetahui dalam penetapan hukum daripada dirinya -sementara dia sangat miskin dan sangat lemah-- maka jika telah datang perintah dari Allah, tidak ada pilihan lain baginya kecuali mentaati perintah tersebut.

Ketika mendengar perintah Allah, sebagai seorang mukmin atau mukminah, mereka wajib mengatakan sebagaimana yang dikatakan orang-orang beriman:
Artinya:''... Kami dengar dan kami taat''. (Mereka berdo'a), 'Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.' (Al Baqarah: 285)

Ketika Allah memerintahkan kita dengan suatu perintah, Dia Maha Mengetahui bahwa perintah itu untuk kebaikan kita, dan salah satu sebab bagi tercapainya kebahagiaan kita. Demikian pula ha!nya dengan ketika memerintah wanita ber-hijab, Dia Maha Mengetahui bahwa ia adalah salah satu sebab tercapainya kebahagiaan, kemuliaan dan keagungan wanita.

Allah Subhanahu Wa ta 'ala Maha Mengetahui, ilmuNya meliputi segala sesuatu, mengetahui sejak sebelum manusia diciptakan, juga mengetahui apa yang akan terjadi di masa mendatang dengan tanpa batas, mengetahui apa yang tidak akan terjadi dari berbagai peristiwa, juga Dia mengetahui andaikata peristiwa tersebut terjadi, apa yang bakal terjadi selanjutnya.

Dengan kepercayaan seperti ini, yang merupakan keyakinan umat Islam, apakah patut dan masuk akal kita menolak perintah Allah Yang Maha Luas ilmuNya, selanjutnya kita menerima perkataan manusia yang memiliki banyak kekurangan, dan ilmunya sangat terbatas?

Jadi kesimpulannya saudariku, apabila engkau percaya akan Islam dan meyakininya, mengapa tidak kau laksanakan hukum dan perintahnya ?

ALASAN II : Saya yakin akan pentingnya jilbab namun Ibu saya melarangnya, dan apabila saya melanggar ibu, saya akan masuk neraka.
Yang telah menjawab hal ini adalah ciptaan Allah Azza wa Jalla termulia, Rasulullah SAWW dalam nasihatnya yang sangat bijaksana; "Tiada kepatuhan kepada suatu ciptaan diatas kepatuhan kepada Allah SWT." (Hr.Ahmad)
Sesungguhnya, status orangtua dalam Islam, menempati posisi yang sangat tinggi dan terhormat. Dalam sebuah ayat disebutkan; "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang Ibu Bapak . . " (QS. An-Nisa:36).
Kepatuhan terhadap orang tua tidak terbatas kecuali dalam satu aspek, yaitu apabila berkaitan dengan kepatuhan kepada Allah SWT. Allah berfirman; " dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku (Alloh) sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya...(QS. Luqman : 15).
Berbuat tidak patuh terhadap orangtua dalam menjalani perintah Allah SWT tidak menyebabkan kita dapat berbuat seenaknya terhadap mereka. Kita tetap harus hormat dan menyayangi mereka sepenuhnya. Allah berfirman di ayat yang sama; "dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik".

Kesimpulannya, bagaimana mungkin kamu mematuhi ibumu namun melanggar Allah SWT yang menciptakan kamu dan ibumu? Ketahuilah wahai saudariku, memuliakan dan menaati orang tua itu wajib, selama dalam hal2 yg tidak bertentangan dg syari’at..

ALASAN III : Posisi dan lingkungan saya tidak membolehkan saya memakai jilbab .
Apakah anda tidak menyadari saudariku tersayang, bahwa wanita muslim tidak diperbolehkan untuk meninggalkan rumah tanpa menutupi auratnya dengan hijab dan adalah kewajiban bagi setiap muslim untuk mengetahuinya?Apabila engkau, saudariku, menghabiskan banyak waktu dan tenagamu untuk melakukan dan mempelajari berbagai macam hal di dunia ini, bagaimana mungkin engkau dapat sedemikian cerobohnya untuk tidak mempelajari hal-hal yang akan menyelamatkanmu dari kemarahan Allah dan kematianmu?

Bukankah Allah SWT telah berfirman; "maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui". (QS An-Nahl : 43). Belajarlah untuk mengetahui hikmah menutup auratmu. Apabila kamu harus keluar dr rumahmu, tutupilah auratmu dengan jilbab, carilah kesenangan Allah SWT daripada kesenangan syetan. Karena kejahatan dapat berawal dari pemandangan yang memabukkan dr seorang wanita.

Saudariku tersayang, apabila kau benar-benar jujur dan tulus dalam menjalani sesuatu dan berusaha, kau akan menemukan ribuan tangan kebaikan siap membantumu, dan Allah SWT akan membuat segala permasalahan mudah untukmu. Bukankah Allah SWT telah berfirman; "Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.."(QS. AtTalaq:2-3).

Kedudukan dan kehormatan adalah sesuatu yang ditentukan oleh Allah SWT. Dan tidak bergantung pada kemewahan pakaian yang kita kenakan, warna yang mencolok, dan mengikuti trend yang sedang berlaku. Kehormatan dan kedudukan lebih kepada bersikap patuh pada Allah SWT dan Rasul-Nya SAW, dan bergantung pada hukum Allah SWT yang murni. Dengarkanlah kalimat Allah; "sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu.."(QS. Al-Hujurat:13).

Kesimpulannya, lakukanlah sesuatu dengan mencari kesenangan dan keridhoan Allah SWT, karena Ia adalah sebaik-baik pemegang perjanjian.

ALASAN IV : Udara di daerah saya amatlah panas dan saya tidak dapat menahannya. Bagaimana mungkin saya dapat mengatasinya apalagi jika saya memakai jilbab ?
Allah SWT memberikan perumpamaan dengan mengatakan; "api neraka jahannam itu lebih sangat panas(nya) jikalau mereka mengetahui.." (QS At-Taubah : 81). Bagaimana mungkin kamu dapat membandingkan panas di daerahmu dengan panas di neraka jahannam?

Sesungguhnya saudariku, syetan telah mencoba membuat tali besar untuk menarikmu dari panasnya bumi ini kedalam panasnya suasana neraka. Bebaskan dirimu dari jeratannya dan cobalah untuk melihat panasnya matahari sebagai anugerah, bukan kesengsaraan. Apalagi mengingat bahwa intensitas hukuman dari Allah SWT akan jauh lebih berat dari apa yang kau rasakan sekarang di dunia fana ini. Kembalilah pada hukum Allah SWT dan berlindunglah dari hukuman-Nya, sebagaimana tercantum dalam ayat; "mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah"(QS. AN-NABA 78:24-25).

Kesimpulannya, surga yang Allah SWT janjikan, penuh dengan cobaan dan ujian. Sementara jalan menuju neraka penuh dengan kesenangan, nafsu dan kenikmatan.

ALASAN V : Saya takut, bila saya memakai jilbab sekarang, di lain hari saya akan melepasnya kembali, karena saya melihat banyak sekali orang yang begitu.
Kepada saudari itu saya berkata, "apabila semua orang mengaplikasikan logika anda tersebut, mereka akan meninggalkan seluruh kewajibannya pada akhirnya nanti! Mereka akan meninggalkan shalat lima waktu karena mereka takut tidak dapat melaksanakan satu saja waktu shalat itu. Mereka akan meninggalkan puasa di bulan ramadhan, karena mereka takut tidak dapat menunaikan satu hari ramadhan saja di bulan puasa, dan seterusnya. Tidakkah kamu melihat bagaimana syetan telah menjebakmu lagi dan memblokade petunjuk bagimu?"

Allah SWT menyukai ketaatan yang berkesinambungan walaupun hanya suatu ketaatan yang sangat kecil atau dianjurkan. Lalu bagaimana dengan sesuatu yang benar-benar diwajibkan sebagaimana kewajiban memakai jilbab?Rasulullah SAW bersabda; "Perbuatan yang paling dicintai Allah adalah perbuatan mulia yang terus menerus, yang mungkin orang lain anggap kecil." Mengapa kamu saudariku, tidak melihat alasan mereka yang dibuat-buat untuk menanggalkan kembali jilbab mereka dan menjauhi mereka? Mengapa tidak kau buka tabir kebenaran dan berpegang teguh padanya? Allah SWT sesungguhnya telah berfirman; "maka kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang di masa kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa"(QS. AL BAQARAH 2:66).

Saudariku, jangan menjadikan orang lain sebagai tolok ukur dari setiap tindakan yg akan kau ambil, karena mereka hanyalah manusia biasa yg tak luput dari alpa.. Buktikan bahwa kau bisa menjadi muslimah yang terbaik, muslimah sejati yg jauh lebih mulia darip[ada ‘oknum2’ yg mencemarkan nama hijab muslimah tsb. Maka segera beramallah ketika kau merasakan hidayah Allah. Karena setiap saat syaithon selalu mengintai dari segala arah, dan berusaha untuk mempengaruhi pikiran dan perasaan kita.

Kesimpulannya, apabila kau memegang teguh petunjuk dan merasakan manisnya keimanan, kau tidak akan meninggalkan sekali pun perintah Allah SWT setelah kau melaksanakannya.

ALASAN VI : Apabila saya memakai jilbab, maka jodohku akan sulit, jadi aku akan memakainya nanti setelah menikah
Saudariku, suami mana pun yang lebih menyukaimu tidak memakai jilbab dan membiarkan auratmu di depan umum, berarti dia tidak mengindahkan hukum dan perintah Allah SWT dan bukanlah suami yang berharga sejak semula. Dia adalah suami yang tidak memiliki perasaan untuk melindungi dan menjaga perintah Allah SWT, dan jangan pernah berharap tipe suami seperti ini akan menolongmu menjauhi api neraka, apalagi memasuki surga Allah SWT. Sebuah rumah yang dipenuhi dengan ketidaktaatan kepada Allah SWT, akan selalu menghadapi kepedihan dan kemalangan di dunia kini dan bahkan di akhirat nanti. Allah SWT berfirman; "dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta"(QS. TAHA 20:124).

Pernikahan adalah sebuah pertolongan dan keberkahan dari Allah SWT kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Apabila kau, saudariku tersayang, mengatakan bahwa ketidak-tertutupanmu kini adalah suatu jalan menuju sesuatu yang murni, asli, yaitu pernikahan. Maka sesungguhnya tidak ada ketertutupan. Saudariku, suatu tujuan yang murni, tidak akan tercapai melalui jalan yang tidak murni dan kotor dalam Islam. Apabila tujuannya bersih dan murni, serta terhormat, maka jalan menuju kesana pastilah harus dicapai dengan bersih dan murni pula. Dalam syariat Islam kita menyebutnya : Alat atau jalan untuk mencapai sesuatu, tergantung dari peraturan yang ada untuk mencapai tujuan tersebut.

Kesimpulannya, tidak ada keberkahan dari suatu perkawinan yang didasari oleh dosa dan kebodohan.

ALASAN VII : Saya tidak memakai jilbab berdasarkan perkataan Allah SWT : "dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)"(QS.Ad-Dhuhaa 93: 11) Bagaimana mungkin saya menutupi anugerah Allah berupa kulit mulus dan rambutku yang indah ?
Jadi saudari kita ini mengacu pada Kitab Allah selama itu mendukung kepentingannya dan pemahamannya sendiri ! ia meninggalkan tafsir sesungguhnya dibelakang ayat itu apabila hal itu tidak menyenangkannya. Apabila yang saya katakan ini salah, mengapa saudari kita ini tidak mengikuti ayat: "janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang nampak daripadanya" (QS An-Nur 24: 31) dan firman Allah SWT: "katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin; hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya.." (QS Al-Ahzab 33:59).

Dengan pernyataan darimu itu, saudariku, engkau telah membuat syariah sendiri bagi dirimu, yang sesungguhnya telah dilarang oleh Allah SWT, yang disebut at-tabarruj (berhias). Berkah terbesar dari Allah SWT bagi kita adalah iman dan hidayah, yang diantaranya adalah menggunakan hijab. Mengapa kamu tidak mempelajari dan menelaah anugerah terbesar bagimu ini?

Kesimpulannya, apakah ada anugerah dan pertolongan terhadap wanita yang lebih besar daripada petunjuk iman dan hijab?

ALASAN VIII : Saya tahu bahwa jilbab adalah kewajiban, tapi saya akan memakainya bila saya sudah merasa terpanggil dan diberi petunjuk oleh-Nya.
Saya bertanya kepada saudariku ini, rencana atau langkah apa yang ia lakukan selama menunggu hidayah, petunjuk dari Allah SWT seperti yang dia katakan? Kita mengetahui bahwa Allah SWT dalam kalimat-kalimat bijak-Nya menciptakan sebab atau cara untuk segala sesuatu. Itulah mengapa orang yang sakit menelan sebutir obat untuk menjadi sehat, dan sebagainya. Apakah saudariku ini telah dengan seluruh keseriusan dan usahanya mencari petunjuk sesungguhnya dengan segala ketulusannya, berdoa, sebagaimana dalam surah Al-Fatihah : 1:6 "Tunjukilah kami jalan yang lurus" serta berkumpul mencari pengetahuan kepada muslimah-muslimah lain yang lebih taat dan yang menurutnya telah diberi petunjuk dengan menggunakan jilbab.

Kesimpulannya, apabila saudariku ini benar-benar serius dalam mencari ataupun menunggu petunjuk dari Allah SWT, dia pastilah akan melakukan jalan-jalan menuju pencariannya itu.

ALASAN IX : Belum waktunya bagi saya. Saya masih terlalu muda untuk memakainya. Saya pasti akan memakainya nanti seiring dengan penambahan umur dan setelah saya pergi haji.
Malaikat kematian, saudariku, mengunjungi dan menunggu di pintumu kapan saja Allah SWT berkehendak. Sayangnya, saudariku, kematian tidak mendiskriminasikan antara tua dan muda dan ia mungkin saja datang disaat kau masih dalam keadaan penuh dosa dan ketidaksiapan, Allah SWT bersabda; "tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya" (QS Al-An'aam 7:34).

Saudariku tersayang, kau harus berlomba-lomba dalam kepatuhan pada Allah SWT; "berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumI.."(QS Al-Hadid 57:21). Saudariku, jangan melupakan Allah SWT atau Ia akan melupakanmu di dunia ini dan selanjutnya. Kau melupakan jiwamu sendiri dengan tidak memenuhi hak jiwamu untuk mematuhi-Nya. Allah mengatakan tentang orang-orang yang munafik; "dan janganlah kamu seperti orang- orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri" (QS Al-Hashr 59: 19).

Saudariku, memakai jilbab di usiamu yang muda, akan memudahkanmu. Karena Allah SWT akan menanyakanmu akan waktu yang kau habiskan semasa mudamu, dan setiap waktu dalam hidupmu di hari pembalasan nanti.

Kesimpulannya, berhentilah menunda-nunda utk berhijab, karena tidak seorang pun yang dapat menjamin bahwa dirinya masih hidup hingga esok hari.

ALASAN X : Saya takut, bila saya memakai jilbab, saya akan di-cap dan digolongkan dalam kelompok tertentu! Saya benci pengelompokan
Saudariku, hanya ada dua kelompok dalam Islam. Dan keduanya disebutkan dalam Kitabullah. Kelompok pertama adalah kelompok / tentara Allah (Hizbullah) yang diberikan pada mereka kemenangan, karena kepatuhan mereka. Dan kelompok kedua adalah kelompok syetan yang terkutuk (hizbush-shaitan) yang selalu melanggar Allah SWT. Apabila kau, saudariku, memegang teguh perintah Allah SWT, dan ternyata disekelilingmu adalah saudara-saudaramu yang memakai jilbab, kau tetap akan dimasukkan dalam kelompok Allah SWT. Namun apabila kau memperindah nafsu dan egomu, kau akan mengendarai kendaraan Syetan, seburuk-buruknya teman.

KESIMPULAN
Tubuhmu, dipertontonkan di pasar para syetan dan merayu hati para pria. Model rambut, pakaian ketat yang mempertontonkan setiap detail tubuhmu, pakaian-pakaian pendek yang menunjukkan keindahan kakimu, dan semua yang dapat membangkitkan amarah Allah SWT dan menyenangkan syetan.

Setiap waktumu yang kau habiskan dalam kondisi ini, akan terus semakin menjauhkanmu dari Allah SWT dan semakin membawamu lebih dekat pada syetan. Setiap waktu kutukan dan kemarahan menuju kepadamu dari surga hingga kau bertaubat. Setiap hari membawamu semakin dekat kepada kematian. "tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain dari kesenangan yang memperdayakan"(QS Ali `Imran 3:185).

Naikilah kereta untuk mengejar ketinggalan, saudariku, sebelum kereta itu melewati stasiunmu. Renungkan secara mendalam, saudariku, apa yang terjadi hari ini sebelum esok datang. Pikirkan tentang hal ini, saudariku, sekarang, sebelum semuanya terlambat !

#################################

Hukum syar'i (syariat Islam) bagi wanita muslimah adalah memakai pakaian muslimah (berjilbab), dan yang meninggalkannya karena ia masih tertutup hatinya adalah pelaku ma'shiyat dan hendaknya segera kembali dan bertaubat. Adapun dikarenakan ketidak tahuan maka ia tidaklah dituntut terkecuali melaksanakannya setelah mengetahui hukumnya. Dan yang meninggalkannya karena hawa nafsu tadi, tidaklah sampai ia dikategorikan kafir sehingga amalan-amalan ia tertolak ... namun ibadahnya yang lain syah akan tetapi ia tetap berdosa karena meninggalkan pakaian syar'i tadi.

See: An-Nuur:31 , Al-Ahzab:59

---persoalan itu muncul ketika harapan tak sesuai kenyataan; ada kalanya suatu persoalan tak bisa kita selesaikan, sekeras apapun usaha kita. jika demikian, maka ikhlaskan saja...

---selalu berikan waktumu untuk menolong orang yang datang kepadamu meminta bantuan. karena sesuai janjiNya bahwa ia akan menolong mereka yang menolong hambaNya dari kesempitan. dan seringkali pertolonganNya adalah berupa jalan keluar atas masalah2mu ketika itu..

Tuesday, October 04, 2005

Selangkah dua langkah mencoba temukan cahaya putih.
Meski seringkali ianya terjatuh kemudian tertatih.
Hingga segenap pedih perih,
bersenyawa menjelma lautan buih...

Adalah suka juga duka yang membuatnya bertahan.
Terus berjalan ke hadapan mencari jawaban.
Adalah hidup memang begitu penuh kejutan.
Walau beberapa terkadang mengecewakan...

---semangaaatttt....^____^

"despair turns into hope" ?? No, never..
if it's just for someone whom you think is good for you..
for you'll never know what is good for you until Allah gives it to you...

Menggantungkan harapan pada manusia seringkali membuatmu harus merasakan kecewa.
Maka berharaplah kepadaNya sahaja,
pada Dia yang selalu mengabulkan doa hamba-hambaNya apabila mereka bertakwa...
pada Dia yang tak akan pernah menyia-nyiakan hambaNya yang ikhlas...
Ia lah Allah yang mencipta rasa dan juga cinta...
fa bi ayyialaairobbikumaa tukadzibaan ???

---sebait nasihat untuk hati yg tengah terluka:
tak perlu tergesagesa, apalagi sampai dirundung duka..
karena janjiNya pasti niscaya.

Mungkin cuma caranya saja yang berbeda.
Atau waktunya saja yang ditunda.
Atau bahkan ada jawaban yang lebih indah yang mungkin belum bisa kita tebak skenarionya.
Dan jawaban dari do'a do'a kita tidaklah musti "iya", namun adalah apa apa yang terbaik menurut ilmuNya...