Catatan Menyentuh Selembar Daun
sumber: http://www.lallement.com/erwin/daun02.htm
Angin merah delima.
Langit di luar kata.
Aku makin takut memasuki kehidupan.
Seekor kupu-kupu terbang di halaman.
Apakah hakekat terdalam dari kepedihan?
Capung-capung terbang menjelang hujan.
Ketika hujan: air mengalir membasahi tanah.
Sehabis hujan: langit bersih, hati pun cerah.
Kusaksikan: awan-awan putih bergerak perlahan.
Kusaksikan: suka dan duka bergerak bergantian.
Tak ada lagi yang kuingin: itulah keinginan.
Langit biru makin membiru: inilah kepedihan.
Waktu terus mengalir, di luar kehendakku.
Angin berhembus semilir, membelai keningku.
Kini kusadari, aku bukanlah kata.
Mawar-mawar pun mekar tanpa suara.
Sayup kudengar suara angin.
Sayup kulihat: suara angin!
Aneh, masih juga ada duka menekan dadaku.
Sayup, kudengar isak selembar daun jambu.
Aku tersenyum: aku makin sakit dalam tersenyum.
Alangkah ranum buah mangga itu: alangkah ranum.
Makin lama pikiranku makin terasa sesak.
Seekor ular hitam melintasi semak-semak.
Betapa rumit melepas pikiran menjadi jernih.
Aku tertegun menatap setangkai anggrek putih.
Malam ini: kubayangkan bulan bersinar ungu.
Malam ini: aku makin ingin melupakan diriku.
Duduk memandang bulan: duduk dipandang bulan.
Duduk dipandang bulan: duduk memandang bulan.
Tunjukkan padaku duka paling nyeri?
Bulan, bulan, bulan: bersinar pagi!
Setetes embun menatap mata!
Yang terlihat hanya cahaya.
Kupejam mataku: pikiran terbuka.
Kubuka mataku: semesta terbuka.
Pergi, pergi, pergi sejauh-jauhnya.
Yang kutemui: tetap pintu yang sama.
Lebih dalam lagi dari cinta: tanpa kata.
Lebih perih lagi dari luka: hanya bahagia.
Siang itu, aku makin tak paham makna cinta.
Sepasang kupu-kupu berkejaran di sela bunga.
Di mana akan kutemui makna rindu tanpa ilusi?
Lihat, ada berjuta senyum pada kelopak bunga seruni!
Setangkai anggrek ungu: mekar di depan mataku.
Setangkai anggrek ungu: mekar di dalam hatiku.
Batang-batang padi bergoyang seperti menari.
Hatiku riang menapaki awan di langit tinggi.
Pernahkah kaulihat langit tanpa warna?
Pernahkah kaulihat langit dalam cinta?
Di langit biru, awan bergerak perlahan.
Di langit biru, mataku bergerak perlahan.
Biarkan kini keningku dibakar matahari.
Biarkan rasaku meresapi embun pagi.
Aku memandang: setetes embun di atas daun.
Aku dipandang: setetes embun di atas daun.
Jalan setapak berumput, di sini:
kutemukan maut, hidup, dan sunyi.
Kutulis puisi: kutulis pedih dan kedamaian.
Daun-daun sunyi terus tumbuh dan berguguran.
Bandar Lampung, 1989 - 2000
sumber: http://www.lallement.com/erwin/daun02.htm
Angin merah delima.
Langit di luar kata.
Aku makin takut memasuki kehidupan.
Seekor kupu-kupu terbang di halaman.
Apakah hakekat terdalam dari kepedihan?
Capung-capung terbang menjelang hujan.
Ketika hujan: air mengalir membasahi tanah.
Sehabis hujan: langit bersih, hati pun cerah.
Kusaksikan: awan-awan putih bergerak perlahan.
Kusaksikan: suka dan duka bergerak bergantian.
Tak ada lagi yang kuingin: itulah keinginan.
Langit biru makin membiru: inilah kepedihan.
Waktu terus mengalir, di luar kehendakku.
Angin berhembus semilir, membelai keningku.
Kini kusadari, aku bukanlah kata.
Mawar-mawar pun mekar tanpa suara.
Sayup kudengar suara angin.
Sayup kulihat: suara angin!
Aneh, masih juga ada duka menekan dadaku.
Sayup, kudengar isak selembar daun jambu.
Aku tersenyum: aku makin sakit dalam tersenyum.
Alangkah ranum buah mangga itu: alangkah ranum.
Makin lama pikiranku makin terasa sesak.
Seekor ular hitam melintasi semak-semak.
Betapa rumit melepas pikiran menjadi jernih.
Aku tertegun menatap setangkai anggrek putih.
Malam ini: kubayangkan bulan bersinar ungu.
Malam ini: aku makin ingin melupakan diriku.
Duduk memandang bulan: duduk dipandang bulan.
Duduk dipandang bulan: duduk memandang bulan.
Tunjukkan padaku duka paling nyeri?
Bulan, bulan, bulan: bersinar pagi!
Setetes embun menatap mata!
Yang terlihat hanya cahaya.
Kupejam mataku: pikiran terbuka.
Kubuka mataku: semesta terbuka.
Pergi, pergi, pergi sejauh-jauhnya.
Yang kutemui: tetap pintu yang sama.
Lebih dalam lagi dari cinta: tanpa kata.
Lebih perih lagi dari luka: hanya bahagia.
Siang itu, aku makin tak paham makna cinta.
Sepasang kupu-kupu berkejaran di sela bunga.
Di mana akan kutemui makna rindu tanpa ilusi?
Lihat, ada berjuta senyum pada kelopak bunga seruni!
Setangkai anggrek ungu: mekar di depan mataku.
Setangkai anggrek ungu: mekar di dalam hatiku.
Batang-batang padi bergoyang seperti menari.
Hatiku riang menapaki awan di langit tinggi.
Pernahkah kaulihat langit tanpa warna?
Pernahkah kaulihat langit dalam cinta?
Di langit biru, awan bergerak perlahan.
Di langit biru, mataku bergerak perlahan.
Biarkan kini keningku dibakar matahari.
Biarkan rasaku meresapi embun pagi.
Aku memandang: setetes embun di atas daun.
Aku dipandang: setetes embun di atas daun.
Jalan setapak berumput, di sini:
kutemukan maut, hidup, dan sunyi.
Kutulis puisi: kutulis pedih dan kedamaian.
Daun-daun sunyi terus tumbuh dan berguguran.
Bandar Lampung, 1989 - 2000
<< Home